Rabu, 27 April 2011

Daulah Amawiyah II Di Spanyol


SEJARAH BERDIRI DAULAH AMAWIYAH II DI ANDALUSIA


Makalah diajukan untuk memenuhi tugas matakuliah
Sejarah Islam Kawasan Afrika-Andalus

Dosen Pengampu
Drs. Abdul Jalil, M. Pd.







Oleh:

Muhammad Nur Salim (A02209016)
Erma Mulidia                            (A02209017)




JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM
FAKULTAS ADAB
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
2010





Sejarah Berdiri Daulah Amawiyah II Di Andalusia (705-1031 M)

A.     Kedatangan Islam di Bumi Spanyol
Sebelum kedatangan umat Islam, kawasan yang masuk dalam daerah Iberia tersebut berada di bawah kekuasaan Kerajaan Hispania, yang dikuasai oleh orang Kristen Visigoth. Awal kedatangan pasukan Islam di Spanyol berawal saat datangnya kabar dari Julian, gubernur wilayah Ceuta, yang memohon kepada Musa bin Nusair, raja muda yang menjabat gubernur dari Kekhalifan Umayyah di wilayah Afrika Barat Laut, untuk memerdekakan negerinya, karena negerinya, Andalusia, dilanda kekacauan yang hebat. Atas perintah raja muda tersebut, yang berada di bawah pemerintahan kekhalifahan Bani Umayyah di Damaskus, diutuslah Thariq bin Ziyad, salah seorang panglima perangnya. Thariq, yang membawa kurang lebih 7.000 pasukan, mendarat di Gibraltar pada 30 April, dan terus menuju utara. Setelah mengalahkan Raja Roderic dari Visigoth dalam Pertempuran Guadalete pada 711 M, kekuasaan Islam terus berkembang hingga tahun 719 M. Daerah yang dikuasai kaum muslimin ini disebut Provinsi Al-Andalus, terdiri dari Spanyol, Portugal, dan Prancis bagian selatan sekarang.[1]
Sejarawan Barat beraliran konservatif, W. Montgomery Watt, dalam bukunya Sejarah Islam di Spanyol, mencoba meluruskan persepsi keliru para orientalis Barat yang menilai umat Islam sebagai yang suka berperang. Menurutnya, “Mereka (para orientalis) umumnya mengalami mispersepsi dalam memahami jihad umat Islam. Seolah-olah seorang muslim hanya memberi dua tawaran bagi musuhnya, yaitu antara Islam dan pedang. Padahal, bagi pemeluk agama lain, termasuk ahli kitab, mereka bisa saja tidak masuk Islam meski tetap dilindungi oleh suatu pemerintahan Islam.” Peperangan dalam Islam adalah untuk menghidupkan manusia, bukan untuk memusnahkan. Itu sebabnya, ketika kaum muslimin menang perang dan menguasai suatu wilayah, mereka tidak bertujuan menjajahnya.[2]
Andalusia adalah nama bagi Semenanjung Iberia pada zaman kejayaan Umayyah. Nama Andalusia berasal dari Vandal, yang berarti negeri bangsa Vandal, karena Semenanjung Iberia pernah dikuasai oleh bangsa Vandal sebelum terusir oleh bangsa Ghotia Barat (abad ke-5 M). Umat Islam mulai menaklukkan Semenanjung Iberia pada zaman Khalifah Al-Walid Ibn Abd Al-Malik (86-96 H/705-715 M). Ekspansi pasukan muslim Semenanjung Iberia (Andalusia) gerbang barat daya Eropa merupakan serangan terakhir yang paling dramatis dari seluruh operasi militer penting yang dijalankan oleh orang-orang Arab. Serangan itu menandai puncak ekspansi muslim ke wilayah Afrika-Eropa seperti halnya penaklukan Turkistan yang menandai titik terjauh ekspansi ke kawasan Mesir-Asia.[3]

           
B.     Pendirian Bani Umayah di Andalusia.

            Dinasti yang didirikan oleh Abdur Rahman I, yang dijuluki Ad-Dakhil bertahan selama dua tiga perempat abad (756-1031). Dinasti ini mencapai puncaknya dibawah pemerintahan amir kedelapan, Abdur Rahman III (912-961) yang terkuat dan menjadi yang pertama yang menyandang gelar Khalifah. Selama periode Umayah, Kordova di Spanyol tetap menjadi ibukota dan menikmati periode kemegahan yang tiada taranya, seperti pesaingnya di Irak, Bagdad.
Berdirinya dinasti Amawiyah II dilatarbelakangi oleh pembantaian keluarga daulah Umayyah I di Damaskus oleh daulah Abbasyiyah di Baghdad pada tahun 750 M.[4] Dalam pembantain tersebut salah seorang anggota dari bani Umayyah yang bernama Abdurrahman ad-DaKhil berhasil lolos dari pembantaian tersebut. Abdurrahman bin Muawiyah juga disebut sebagai Abdurrahman ad-Dakhil (bahasa Arab: Abdurrahman yang masuk). Mengembara bersama pengawal pribadinya setelah jatuhnya Bani Umayyah sampai ke Al-Andalus atau Spanyol sekarang. Setibanya di sana, ia mengumumkan tentang keadaan pergolakan dan pergeseran tampuk kekuasaan di benua Arab. Dengan itu, pemerintahan Islam di Spanyol mendeklarasikankan pemisahan dengan Khilafah Bani Abbasiyah dan melantik Abdurrahman I sebagai Amir untuk pemerintahan Islam Spanyol.[5]
Ad-dakhil berhasil mendapat dukungan politik dari istana bani Rustam di Tahort, Afrika Utara, sehingga dapat menyusup memasuki kota Algaciras pada tahun 755 M. Pada tahun berikutnya dimulailah masa pengakuan atas kemenangan ad-Dakhil dengan menguasai kota-kota Sevilla, Archidon. Sidonia, dan Moron de la frontura.[6] Pada tahun ini juga tepatnya pada tanggal 15 Mei ad-Dakil memproklamirkan berdirinya daulah Amawiyah II di Andalus.[7] Sebelum ad-Dakhil melakukan ini ternyata ada juga beberapa gubenur di Andalusia khususnya saat di pegang oleh Yusuf bin Abdurrahman Al-fikhry dari suku Mudari, telah melakukan aviliasi atau tunduk di bawah kekuasaan bani Abbas di Baghdad, walaupun pada akhirnya mereka melakukan bai’at kepda ad-Dahil. Sehingga secara resmi dimulailah kekuasaan yang kedua dari bani Umayyah sebagai negara yang berdiri sendiri, berdaulat, lepas dari Abbasiyah di Baghdad.[8] Pada pemerintahan ad-Dakhil beliau lebih suka menyebut dirinya sebagai ammirulmukminin dari pada khalifah. Dengan terbentuknya daulah Amawiyah II ini ad-Dakhil menyerukaan kepada masyrakat pada setiap sholat jumat untuk tidak lagi menyebutkan khalifah pada masa daulah Abbasiyah di Baghdad, sebagai suatu realitas dalam membuktikan adanya  pelepasan kepemimpinan baik secara realitas maupun secara formal politik, yang mana mereka berasal dari 3 komunitas politik pada saat itu, yaitu: 1. para pendukung ad-Dakhil sendiri 2. para penguasa daerah(amir) dan kepala suku daerah yang telah ditaklukan; dan 3. seluruh masyarakat dari pelosok daerah.[9]

Abdurrahman bin Mu'a wiyah memasuki wilayah Andalusia ini antara lain karena adanya perselisihan di antara kabilah-kabilah, khususnya masalah intern kabilah Arab dari Qais dan Yaman yang tidak setuju terhadap kepemimpinan Yusuf bin Abdulrrahman al-Fihr. Abdulrrahman bin Muawiyah juga mendapat dukungan dari warga Umayah yang telah tinggal di Andalusia di samping dari dukungan Yaman yang sedang bertikai dengan Yusuf din Abdulrrahman at- Fihr. Abdulrrahman III menjadikan Andalusia suatu kekhalifahan dengan khalifah yang bergelar Amirulmukminin (912-1031). Gelar khalifah selanjutnya di pergunakan oleh pengganti- penggantinya sampai akhir masa pemerintahan Bani Umayyah. Setelah berakhinya Bani Umayyah (1031 ), Andalusia pecah menjadi kerajaan-kerajaan kecil yang lazim disebut Muluk at- tawa'if (raja- raja kelompok/ golongan ).



























DAFTAR PUSTAKA


Menocal, Maria Rosa. Sepotong Surga di Andalus. Bandung: Mizan Media Utama. 2005.
Supriyadi, Dedi. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: CV Pustaka Setia. 2008.

Thohir Ajid. Perkembangan Peradaban Dikawasan Dunia Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2004.
www.wikipedia.com.



[1] http://www.majalah-alkisah.com/index.php?option=com_content&view=article&id=447%3A-islam-
[2] http://orgawam.wordpress.com/2010/03/13/bani-umayyah-di-spanyol/
[3] Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hal. 113
[4] Maria Rosa Menocal, Sepotong Surga di Andalus (Bandung:Mizan Media Utama,2005) hlm. 7
[6] AjId Thohir, Perkembangan perdaban dikawasan dunia islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004) hlm. 2
[7] Ibid.
[8] Ibid.
[9] Ibid.hlm,4

Tidak ada komentar:

Posting Komentar