Rabu, 27 April 2011

Tugas Bibliografi, Resume Buku Karangan Hanafi Muhallawi


TEMPAT TEMPAT BERSEJARAH DALAM KEHIDUPAN RASULULLAH SAW


Makalah diajukan untuk memenuhi tugas matakuliah
Historiografi Islam

Dosen Pengampu
Drs. Ahmad Nur Fuad, MA



 
 

Oleh:

Muhammad Nur Salim (A02209016)





JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM
FAKULTAS ADAB
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
2010


Muhallawi, Hanafi. Tempat- tempat Bersejarah Dalam Kehidupan Rasulullah SAW. Jakarta:     Gema Insani Press, 2006.
Catatan Bibliografi
            Buku ini membahas tentang tempat- tempat yang menjadi saksi peristiwa- pristiwa bersejarah yang dialami Rasulullah SAW. Membahas sedikit tentang sirah Nabi Muhammad, tempat- tempat ketika beliau Isra’ Mi’raj; tujuh langit, Baitul Maqdis, di Thur Sina, Baitul Lahm. Tempat penting bersejarah lainnya seperti Makkah Al Mukarramah, Syam, Thaif, Madinah Al Munawwarah dan tempat terakhir yakni, Khaibar dan Tabuk.

Penulis buku ini menjabarkan secara detail tentang saling keterpengaruhan antara Rasulullah saw., dan dakwahnya dengan tempat-tempat yang dikunjunginya. Ia memulai dengan Mukadimah dan yang terpenting dari mukadimah ini adalah gambaran mengenai metode (sistematika, anotator) yang penulis gunakan dalam pengembaraannya terhadap tempat-tempat bersejarah yang berkaitan dengan Nabi Muhammad saw. Dia memulainya dengan mencermati referensi-referensi terpercaya di bidang sejarah, geografi, dan keagamaan. Kemudian dia berusaha agar bukunya tersebut dapat berperan sebagai atlas yang ia desain dalam bentuk untaian kalimat sekaligus menggambarkan kisah nyata dari perjalanan hidup Nabi Muhammad saw. Tempat-tempat bersejarah yang pernah disinggahi Nabi saw., tersebut adalah sebagai berikut:
Pertama, Tujuh Langit.

Bagi saya yang menarik dalam buku ini, pembahasan mengenai tempat-tempat tersebut, tidak dimulai dari Mekah tetapi dimulai dari Tujuh Langit. Berdasarkan apa yang telah saya baca penulis menyatakan, “demi mengagungkan dan memuliakan peran ketujuh langit, serta peran Sang Pencipta semesta alam maka kami jadikan langit ini sebagai titik awal dari pembicaraan kami”. Karena langit ini telah dikunjungi oleh Rasulullah saw pada waktu menjalankan Isra Mi’raj. Penulis menggambarkan bahwa di setiap langit Nabi saw., banyak bertemu dengan para malaikat, seperti malaikat penjaga kunci langit, malaikat jundullah, malaikat-malaikat malam lailatul Qadr, Izra’il, malaikat Malik penjaga neraka, malaikat yang diberi kuasa padanya atas seluruh langit-langit yang ada, dan malaikat yang dijuluki ar-Ruhaniyyun. Di samping itu, Nabi saw pun bertemu dengan Yahya bin Zakaria a.s., Isa bin Maryam a.s., Dawud a.s., Sulaiman a.s., Yusuf bin Ya’qub a.s., Idris a.s., Ibrahim a.s., Musa bin Imran a.s, Adam a.s. Di setiap langit Nabi saw., selalu melakukan shalat dua rakaat lillaahita’ala berdasarkan aturan agama Nabi Ibrahim Khalilullah. Bahkan di langit ketujuh Nabi saw., melakukan thawaf bersama para malaikat mengitari Baitul Ma’mur sebanyak tujuh kali. Selama perjalanan Isra’ Mi’raj ini, Nabi saw., ditemani oleh Malaikat Jibril. Setelah melalui hijab fardaniyyah (tabir kesendirian) dan hijab hadrah ‘ilahiyyah (tabir kebesaran Tuhan) Nabi saw., dipanggil Allah saw., untuk mendekati-Nya. Pada saat inilah Allah swt., Menyampaikan tugas yang wajib dikerjakan oleh Muhammad saw dan para ummatnya, yakni kewajiban untuk menunaikan ibadah shalat lima waktu.

Kedua, Baitul Maqdis.

Peristiwa Mi’raj di atas, terkait dengan perjalanan Nabi saw., di langit, namun peristiwa ini tidak terlepas dengan peristiwa Isra’ di dataran bumi. Hal ini mencakup perjalanan Rasulullah saw., ke Baitul Maqdis, sebuah tempat suci yang di dalamnya terdapat Masjidil Aqsha, serta merupakan saksi bisu bagi akhir perjalanan Isra’. Tempat yang paling bersejarah yang disinggahi Rasulullah saw., di kota al-Quds atau ‘Iliya Palestina itu terbatas pada dua tempat, yaitu Masjidil Aqsha dan Qubbatush Shahra. Batu Shahra itu kini berada di samping Masjidil Aqsha, yang di kemudian hari di atasnya dibangun masjid dengan nama Masjid ash-Shahra. Batu Shahra adalah tempat di mana Jibril a.s. mengikat Buraq agar ia kembali bersama Rasulullah saw., ke Mekah lagi setelah selesai dari perjalanannya menuju langit ketujuh dalam perjalanan Mi’raj. Namun, perlu disampaikan di sini bahwasanya Masjidil Aqsha saat peristiwa Isra’ Mi’raj itu belum menjadi masjid karena masih dipenuhi oleh patung berhala, dan jumlah patung di dalamnya mencapai 309 buah. Masjidil Aqsha merupakan masjid yang kedua yang dibangun di atas permukaan bumi (setelah Masjidil Haram), yakni oleh Nabi Ya’qub a.s. dan diperbarui oleh Nabi Dawud a.s. kemudian disempurnakan oleh Nabi Sulaiman a.s.

Ketiga, Thur Sina.

Thur Sina adalah tempat berdialog antara Nabi Musa a.s., dengan Allah saw., dan kemudian pada saat Nabi Muhammad saw., melaksanakan Isra’, Buraq berhenti dan mendarat, kemudian Rasulullah saw., turun dengan disertai Jibril a.s. Di tanah yang suci inilah mereka melaksanakan shalat dua rakaat kepada Allah swt., semata. Dalam keyakinan penulis bahwa setiap tempat suci yang pernah dilalui oleh Rasulullah saw., dalam perjalanan Isra’ beliau saw., dari Mekah menuju Baitul Maqdis, mempunyai petunjuk yang bermakna kuat dan beraneka ragam. Utamanya adalah dengan tindakan- tindakan Rasulullah saw., Allah memberikan berita gembira kepada beliau bahwa negeri ini (Thur Sina) akan ditundukkan oleh Islam dan agama Islam akan tersebar di sana.

Keempat, Bait Lahm (Betlehem).

Meskipun kunjungan Nabi saw., ke kota Betlehem cukup singkat (saat perjalanan Isra’ Mi’raj), namun kunjungan tersebut pada hakikatnya bukanlah kunjungan biasa, tapi adalah kunjungan penglihatan dan penghormatan kepada salah seorang Nabi Allah yang saleh, yaitu Isa a.s. Ketika itu Nabi saw., diperintahkan untuk turun dari Buraq yang mendaraat di tanah Betlehem agar beliau shalat dua rakaat kepada Allah swt., dan sebagai ucapan salam kepada Nabi Isa a.s. Di sini penulis berpendapat bahwa kota suci ini harus mendapatkan perhatian kaum muslimin sebagaimana halnya perhatian dari kalangan Nasrani terhadap tempat itu, meskipun antara kita dan mereka terdapat perbedaan dalam banyak masalah.

Kelima, Makkah al-Mukarramah.

Dalam menjelaskan kota Makkah al-Mukarramah, penulis membaginya kepada empat periode, yakni periode kelahiran, periode pernikahan beliau dengan Khadijah r.a., periode pengangkatan sebagai rasul, dan periode hijrah ke Yatsrib.

Tempat-tempat penting pada periode pertama adalah lingkungan padang pasir Mekah yang luas dengan segala hal yang terdapat di sana, seperti bukit-bukit batu, dataran-dataran tinggi yang tandus, dan debu-debu Sahara. Di sini, Nabi saw., pernah bekerja sebagai penggembala. Di samping itu, Ka’bah dan sekitarnya dengan berbagai fungsinya pada saat itu, seperti tempat beribadah dan berkumpul para pemuka suku Quraisy. Adapun tempat selanjutnya pada periode pertama ini adalah rumah Khadijah binti Khuwailid.

            Periode kedua, periode pernikahan dengan Khadijah, pada periode ini Nabi saw., tidak pernah lagi mengadakan perjalanan dagang. Nabi saw., sampai datang perintah Allah swt., untuk hijrah ke Madinah tetap tinggal di Mekah, yakni di rumah Khadijah, isterinya. Rumah Khadijah berukuran besar dan mempunyai posisi cukup penting di Mekah. Di samping rumahnya, tempat lain pada periode ini adalah Ka’bah. Kemudian gunung Hira, lokasi terdapatnya gua Hira yakni tempat Nabi saw., melakukan tahannuts.

            Gua Hira pun tetap merupakan bagian penting pada periode ketiga atau periode kebangkitan (bi’tsah), karena gua ini tempat Nabi saw., menerima wahyu yang pertama kali. Kemudian rumah Waraqah bin Naufal. Waraqah adalah seorang buta penganut Nasrani yang sering dikunjungi oleh Khadijah dan juga Nabi saw. Waraqah telah memberikan peranan dalam menenangkan hati Nabi saw., yang dihinggapi kecemasan setelah kedatangan malaikat Jibril. Masa awal bi’tsah, yakni saat penyebaran dakwah secara sembunyi-sembunyi, tempat yang paling penting adalah rumah al-Arqam bin Abil Arqam. Rumah ini telah menjadi sentra pengajaran segala sesuatu yang terkait dengan Islam. Tempat penting lain adalah Bukit Shafa, yakni sebuah tempat di mana Rasulullah saw., melakukan dakwah Islamiyah secara terbuka.

            Periode terakhir adalah periode hijrah ke Yatsrib. Di sini penulis menggambarkan bahwa tempat-tempat penting di Mekah pada periode ini adalah Aqabah, yakni suatu tempat yang terletak di sebelah kiri perjalanan dari Mekah ke Mina. Di tempat ini, Nabi saw., sering melakukan interaksi dengan orang-orang Yatsrib yang ingin menunaikan haji di Mekah. Di samping itu di tempat ini telah terjadi kesepakatan antara Nabi saw., dengan orang-orang Yatsrib tersebut dan dikenal dengan Baiat Aqabah. Peristiwa ini terjadi dua kali. Saat ini lokasi tersebut dikenal sebagai tempat para jamaah haji melempar jumrah yang dikenal sebagai jumrah Aqabah. Tempat berikutnya adalah Gua Tsur. Gua tersebut telah melindungi Nabi saw., dan Abu Bakar dari kejaran kaum Quraisy kafir yang akan memperdayainya. Saat itu Allah swt., memerintahkan seekor laba-laba dan burung merpati untuk bersarang di depan pintu masuk gua untuk mengelabui orang-orang kafir Quraisy. Setelah kondisi di luar aman dan tenang, Nabi saw., dan Abu Bakar pun melanjutkan perjalanannya menuju Yatsrib.
Melengkapi informasi tentang tempat-tempat penting pada periode ini di Mekah, penulis menggambarkan pula peristiwa al-Fathul Mubin atau Fathul Makah atau Penaklukan Mekah dan peristiwa Perjanjian Hudaibiyah serta Bai’atur Ridhwan.

Keenam, Syam.

 Berdasarkan berbagai literatur, penulis menyimpulkan bahwa sebelum diangkat menjadi rasul, Nabi Muhammad saw., hanya dua kali berkunjung ke negeri Syam, sedangkan setelah nubuwah hanya satu kali. Baik pada kunjungannya yang pertama maupun yang kedua, kota terpenting di Syam yang disinggahi oleh Rasulullah saw., adalah Bushra. Dalam perjalanan Hijaz- Syam tersebut, Nabi Muhammad saw., melewati tempat-tempat bersejarah, seperti Madyan, Wadil Qura, dan Diyar Tsamud yang juga dikenal dalam kisah-kisah para nabi terdahulu. Perbedaan dua kunjungan tersebut adalah yang pertama usia beliau masih kanak-kanak, yaitu pada saat belum genap berumur sepuluh tahun dan beliau hanya menemani pamannya, Abu Thalib. Sedangkan yang kedua, perjalanannya ini adalah dalam rangka berdagang, yakni membawa barang dagangan milik Ummul Mu’minin Khadijah binti Khuwailid. Di banyak literatur telah dituliskan bahwa dalam perjalanan yang pertamanya, di kota ini Nabi saw., bertemu dengan rahib Bahira, yaitu seorang pendeta Nasrani yang melihat adanya tanda-tanda kenabian (nubuwah) pada diri beliau. Pada kunjungannya yang kedua, penulis sependapat dengan pendapat ahli sejarah lainnya, bahwa Nabi saw., juga singgah di negeri Bushra. Di samping berdagang, Nabi saw., juga mengadakan kontak dengan beberapa orang Ahlul Kitab, salah satunya adalah dengan rahib Nestor, murid Bahira.

            Kunjungan Nabi saw., di Syam yang ketiga yaitu dalam rangka melakukan penyerangan terhadap penduduk Dumatul Jandal. Peristiwa ini terjadi pada tahun kelima Hijriah dan hanya berlangsung selama beberapa hari. Dumatul Jandal secara administratif dan territorial masih berada di bawah kekuasaan pemerintah Syam, jaraknya dekat dengan Damaskus. Namun setibanya Rasulullah saw., dan pasukannya di Dumatul Jandal, para penduduknya telah mengungsi ke tempat lain sehari sebelumnya. Sehingga tidak terjadi peperangan dan Rasulullah saw., pun kembali ke Madinah dengan pasukannya.

Ketujuh, Thaif.

 Nabi Muhammad saw., pernah mengunjungi daerah Thaif dengan maksud mencari para pendukung baru bagi Islam setelah sebagian besar masyarakat Mekah menentang dan merintangi seruan beliau tersebut. Sayangnya usaha Nabi saw., ini tidak berhasil. Beliau mendapatkan penolakan yang memilukan dari orang-orang musyrik setempat. Kesedihan dan kekecewaan ini baru berangsur-angsur hilang sewaktu Nabi saw., telah sampai di sebuah tempat yang bernama Qarnuts Tsa’alib. Di tempat itu Nabi saw., bertemu dengan Jibril dan malaikat penjaga gunung yang diutus Allah swt., untuk mengerjakan apa saja yang diperintahkan Nabi saw., untuk membalas perlakuan kaum Tsaqif. Namun, Nabi saw., justeru mendoakan mereka semoga di antara mereka ada orang-orang yang menyembah Allah swt.

            Setelah hijrah dan Islam sudah cukup kuat dan memiliki banyak pendukung, Rasulullah saw., kembali lagi ke negeri Thaif. Kedatangan yang kedua ini berbeda dengan yang pertama, karena yang kedua bersama pasukan dan dengan tujuan penaklukan Thaif. Sekembalinya dari perang Hunain, Nabi saw., dan pasukannya mengepung Thaif selama 15 hari (menurut riwayat lain satu bulan) dan menyerang dengan majanik, semacam alat pelontar batu yang diciptakan oleh Salman al-Farisi. Kemudian Rasulullah saw., menghentikan pengepungan untuk melaksanakan umroh. Kemudian beliau berniat untuk meneruskan pengepungan, namun informasi ini terdengar oleh mereka dan mereka pun mengirim utusan mengajak berdamai. Setelah peristiwa ini penduduk Thaif berbondong-bondong memeluk Islam.

Kedelapan, Madinah al-Munawaroh.

            Tempat-tempat penting dalam kehidupan Nabi saw., selama periode Madinah dapat dibagi menjadi dua periode. Pertama, periode ziarah kepada makam ayah dan ibunya yang beliau lakukan pada saat masih kecil. Saat sakit, Abdullah ayah Nabi saw., dibawa ke Madinah ke tempat kerabatnya dari suku an-Najjar untuk segera memperoleh pengobatan namun selama sebulan di sana akhirnya Abdullah wafat dan dimakamkan di Daarush Shugra. Sedangkan makam ibunya di desa Abwa yang berada dekat dengan perbatasan Madinah. Kedua, periode menetap secara permanen, ada dua kategori tempat yakni terbagi pada dua kategori. Pertama, tempat-tempat yang berkaitan dengan sekitar kawasan Yastrib, yaitu daerah-daerah atau desa-desa di sekitarnya; tempat bermukim kabilah Arab. Tempat dalam kategori inilah yang menjadi saksi mata terhadap berkecamuknya beberapa peperangan besar antara umat Islam dengan kaum kafir Quraisy. Kedua, tempat-tempat yang berkaitan dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalam negeri Yastrib yang sebagian bersifat keagamaan, namun sebagian lagi tidak. Walaupun demikian semuanya tetap disaksikan oleh Rasulullah saw., atau beliau turut memiliki andil di dalamnya.

Kesembilan, Khaibar.

             Berdasarkan catatan sejarah, Khaibar adalah tempat bermukimnya orang-orang bani Nadhir yang diusir oleh Rasulullah saw., dari Madinah pada tahun keempat Hijriah. Sebagian mereka lari ke Syam sementara sebagian lagi bergabung dengan orang-orang Yahudi yang bermukim di benteng-benteng Khaibar yang pada saat itu dikenal sebagai tempat pertahanan terkuat bangsa Yahudi di Jazirah Arab. Terkait tempat penting yang dilewati Rasulullah saw., dalam perjalanan ke negeri Khaibar, beliau menempuh jalur ke Shahba, yaitu daerah yang berjarak 8 mil dari kota Madinah ke arah utara menuju Khaibar. Sesampainya di sana, beliau melanjutkan perjalanan ke daerah Daarir Rahi dan berhenti di tempat yang berada antara Khaibar dan Ghathafan. Posisi ini diambil untuk menghalangi datangnya bala bantuan dari Ghathafan kepada penduduk Khaibar.

            Khaibar adalah sebuah kawasan yang cukup besar dengan luas mencapai 96 mil. Negeri ini termasuk subur dengan berbagai perkebunan dan pepohonan kurma di dalamnya. Penduduknya adalah orang-orang Yahudi yang membuat pemukiman mereka menjadi semacam benteng-benteng kecil yang mencapai sembilan buah, namun dapat dikelompokkan kepada tiga kelompok benteng besar, yaitu Nithat, Syaqq, dan Katibah. Di komplek benteng Nithat terdapat benteng Na’im, Sha’ab, Katabiyah, dan benteng Buqlah. Di komplek Syaqq terdapat dua benteng, yaitu Ubay dan Bari. Adapun komplek benteng Katibah mencakup tiga benteng masing-masing Qumush, Wathih, dan benteng Salalim.

Kesepuluh, Tabuk.

             Begitu pula daerah Tabuk beserta seluruh kawasan yang berkaitan dengan peperangan ini, dianggap pula sebagai tempat-tempat bersejarah karena berkaitan dengan kehidupan Rasulullah saw. Tabuk adalah tergolong dari tempat-tempat bersejarah yang paling terakhir di luar Madinah. Letak Tabuk apabila dilihat dari Madinah al-Munawaroh, terletak di antara Hijr dan perbatasan Syam sekitar empat marahil (yaitu istilah untuk nama pos peristirahatan bagi para kafilah Arab), yaitu sekitar setengah perjalanan menuju Syam. Tabuk terletak antara Jabal Husmi di sebelah barat dan Jabal Saruri di sebelah timur. Di Tabuk juga terdapat benteng dan kebun kurma. Untuk memerangi Tabuk Rasulullah saw., telah menyiapkan sekitar 30 ribu orang, 10 ribu kuda, dan 10 ribu unta. Ini adalah jumlah tentara muslim terbesar yang pernah memerangi negeri Syam. Di antara tempat yang disinggahi selama perjalanan menuju Tabuk adalah Hijr Samud yang sekarang dikenal dengan Madain Saleh, yakni untuk melaksanakan shalat.

            Bagi saya pribadi buku yang ditulis oleh Hanafi Muhallawi ini sangat menarik dan penting untuk dibaca. Rasanya sangat sulit mencari titik lemahnya. Buku yang beliau tulis mengunakkan bahasa yang mudah dipahami, dengan refrensi yang jelas, dan dilengkapi dengan rujukan ayat- ayat al Quran dan hadits Rasul. Beliau juga tegas dalam memegang pendapat yang diyakininya benar, dan secara tegas pula menilai pendapat yang menurutnya kurang tepat dengan menyertakan alasan- alasan berdasar dan masuk akal. Tapi kalau dipaksa untuk mengkritik, saya hanya mau berkomentar, “alangkah baiknya kalau penulis memberi gambar dengan peta secara jelas tempat- tempat bersejarah tersebut”. Dengan begitu, akan lebih memudahkan pembaca untuk memahaminya. Apalagi memang fokus yang dibahas di sini adalah tempat- tempat bersejarah. 




































































Tidak ada komentar:

Posting Komentar