Rabu, 27 April 2011

UTS SII


Nama               : Muhammad Nur Salim
NIM                : A02209016
Jur/ Semstr       : Sejarah dan Peradaban Islam/ III a

1.      Penjajahan bangsa Barat atas dunia Tiumr, khususnya Nusantara dimotivasi oleh apa yang disebut “Tiga G”, yaitu:
a.       Gold (Mencari Kekayaan Berupa Emas).
Semboyan ini menimbulkan paham merkantilis (paham yang beranggapan bahwa kejayaan negara
diukur dengan banyaknya emas yang dimiliki sebagai hasil dari laba perdagangan).

b.      Glory (Mencari Kejayaan, Kemasyhuran, dan Ke­menangan).
Semboyan glory  akhirnya melahirkan imperialisme karena kejayaan dilihat dari daerah koloni dan jalur perdagangan yang dikuasai.Dengan demikian, banyak bangsa yang berlomba­lomba menguasai daerah lain.
c.       Gospel (Penyebaran Ajaran Kristen)
Akibat dari semboyan  gospel tersebut, tidak heran jika para penjelajah selalu didampingi oleh paramisionaris   Kristen,  dan   daerah­daerah   yang  dikuasai   oleh  para  pedagang   Spanyol   dan  Portugis dipastikan   terjadi konversi  (proses   perpindahan   agama)   ke  agama   Katolik   yang  diiringi  dengan asimilasi kebudayaan

2.      Politik Hindia Belanda yaitu
Dalam bidang politik haruslah ditumpas bentuk-bentuk agitasi politik Islam yang akan membawa rakyat kepada fanatisme dan Pan Islam, penumpasan itu jika perlukan dilakukan dengan kekerasan dan kekuatan senjata. Setelah diperoleh ketenangan, pemerintah kolonial harus menyediakan pendidikan, kesejahteraan dan perekonomian, agar kaum pribumi mempercayai maksud baik pemerintah kolonial dan akhirnya rela diperintah oleh “orang-orang kafir”.

Dalam bidang Agama Murni dan Ibadah, sepanjang tidak mengganggu kekuasaan, maka pemerintah kolonial memberikan kemerdekaan kepada umat Islam untuk melaksanakan ajaran agamanya. Pemerintah harus memperlihatkan sikap seolah-olah memperhatikan agama Islam dengan memperbaiki tempat peribadatan, serta memberikan kemudahan dalam melaksanakan ibadah haji.

Sedangkan dibidang Sosial Kemasyarakatan, pemerintah kolonial memanfaatkan adat kebiasaan yang berlaku dan membantu menggalakkan rakyat agar tetap berpegang pada adat tersebut yang telah dipilih agar sesuai dengan tujuan mendekatkan rakyat kepada budaya Eropa. Snouck menganjurkan membatasi meluasnya pengaruh ajaran Islam, terutama dalam hukum dan peraturan. Konsep untuk membendung dan mematikan pertumbuhan pengaruh hukum Islam adalah dengan “Theorie Resptie”. Snouck berupaya agar hukum Islam menyesuaikan dengan adat istiadat dan kenyataan politik yang menguasai kehidupan pemeluknya. Islam jangan sampai mengalahkan adat istiadat, hukum Islam akan dilegitimasi serta diakui eksistensi dan kekuatan hukumnya jika sudah diadopsi menjadi hukum adat.

3.      Politik Etis atau Politik Balas Budi adalah suatu pemikiran yang menyatakan bahwa pemerintah kolonial memegang tanggung jawab moral bagi kesejahteraan pribumi. Pemikiran ini merupakan kritik terhadap politik tanam paksa. Munculnya kaum Etis yang di pelopori oleh Pieter Brooshooft (wartawan Koran De Locomotief) dan C.Th. van Deventer (politikus) ternyata membuka mata pemerintah kolonial untuk lebih memperhatikan nasib para pribumi yang terbelakang. Pada 17 September 1901, Ratu Wilhelmina yang baru naik tahta menegaskan dalam pidato pembukaan Parlemen Belanda, bahwa pemerintah Belanda mempunyai panggilan moral dan hutang budi (een eerschuld) terhadap bangsa pribumi di Hindia Belanda. Ratu Wilhelmina menuangkan panggilan moral tadi ke dalam kebijakan politik etis, yang terangkum dalam program Trias Politika yang meliputi:
  1. Irigasi (pengairan), membangun dan memperbaiki pengairan-pengairan dan bendungan untuk keperluan pertanian
  2. Emigrasi yakni mengajak penduduk untuk bertransmigrasi
  3. Edukasi yakni memperluas dalam bidang pengajaran dan pendidikan. Banyak pihak menghubungkan kebijakan baru politik Belanda ini dengan pemikiran dan tulisan-tulsian Van Deventer yang diterbitkan beberapa waktu sebelumnya, sehingga Van Deventer kemudian dikenal sebagai pencetus politik etis ini.
Kebijakan pertama dan kedua disalahgunakan oleh Pemerintah Belanda dengan membangun irigasi untuk perkebunan-perkebunan Belanda dan emigrasi dilakukan dengan memindahkan penduduk ke daerah perkebunan Belanda untuk dijadikan pekerja rodi. Hanya pendidikan yang berarti bagi bangsa Indonesia.
Implikasi posotif bagi penduduk pribumi yakni Pengaruh politik etis dalam bidang pengajaran dan pendidikan sangat berperan sekali dalam pengembangan dan perluasan dunia pendidikan dan pengajaran di Hindia Belanda. Salah seorang dari kelompok etis yang sangat berjasa dalam bidang ini adalah Mr. J.H. Abendanon (1852-1925) yang Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan selama lima tahun (1900-1905). Sejak tahun 1900 inilah berdiri sekolah-sekolah, baik untuk kaum priyayi maupun rakyat biasa yang hampir merata di daerah-daerah. Sementara itu, dalam masyarakat telah terjadi semacam pertukaran mental antara orang-orang Belanda dan orang-orang pribumi. Kalangan pendukung politik etis merasa prihatin terhadap pribumi yang mendapatkan diskriminasi sosial-budaya. Untuk mencapai tujuan tersebut, mereka berusaha menyadarkan kaum pribumi agar melepaskan diri dari belenggu feodal dan mengembangkan diri menurut model Barat, yang mencakup proses emansipasi dan menuntut pendidikan ke arah swadaya.

Ricklefs, M.C. 2005. Sejarah Indonesia Modern. Jakarta: PT Serambi Alam Semesta.

Suminto, A. H. Aqib, Politik Islam Hindia Belanda, Jakarta: Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), 1985.

Suhartono. Sejarh Pergerakan Nasional. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 1994.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar