Rabu, 27 April 2011

RESUME ENSKLOPEDI TEMATIS DUNIA ISLAM


RESUME ENSKLOPEDI TEMATIS DUNIA ISLAM
PEMIKIRAN DAN PERADABAN
ILMU HADIS SEBAGAI SUMBER PEMIKIRAN


Makalah diajukan untuk Ujian Akhir Semester (UAS)
Studi Hadits


Dosen Pembimbing:

Drs. Muzaiyyanah, M. Fil.I

 


 


Oleh :

Muhammad Nur Salim  : A02209016
                                     



JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM
FAKULTAS ADAB
IAIN SUNAN AMPEL  SURABAYA
2010

ILMU HADIS SEBAGAI SUMBER PEMIKIRAN

Setelah Rasulullah SAW meninggal, problem yang dihadapi oleh sahabat adalah kondifikasi al-Quran dalam satu mushaf. Pada generasi tabi’in (murid sahabat), problem yang muncul adalah kondifikasi segala yang dinisbahkan kepada Rasulalluah SAW, yaitu berupa perkataan, perbuatan dan pengakuan, yang disebut hadis atau sunnah. Kodifikasi terbatas perkumpulan naskah al-Quran naskah yang sudah ada ditangan para sahabat kemudian dicocokkan dengan para hafalan sahabat lainnya yang secara mutawatir (diketahui orang banyak, terkenal dan umum) mereka terima dari Nabi Muhammad SAW dan secara ilmiah dapat dipastikan sebagai al-quran
Kondifikasi hadis yang banyak diriwayatkan secara ahad (di riwayatkan secara terbats, seorang, dua orang atau tiga orang ). Catatan yang ada, khusus dari Muhammadf SAW sempat dan diijinkan mencatat hadis tergolong sangat sedikit. Hadis yang ada dalam ingatan dan catatan merekapun tersebar luas keberbagai daerah islam yang dikunjungi para sahabat nabi baik untuk keperluan jihad, dakwah, maupun dagang. Landasan metodologi hadis tersebut baik dilihat dari aspek sahad (transmisi dan sandaran) maupun matan (redaksi atau isi kandungan) sudah dilakukan oleh para sahabat generasi pertama yaitu khulafaur rasyidin dan asisyah binti abu bakar.
Al – quran su,ber pertama hukum sialm. Hadis berfungsi sebagai bayan (penjelasan ) al- quran dan suber kedua setelah al-quran. Hasit dan al-quran tidak boleh bertentangan satu sama lain karena keduannya merupakan sumber hukum islam yang disepakti bersama oleh kaum muslimin. Jika secara lahiriyah tampak ada pertentangan, maka matan dan sanad hadis itu harus ditinjau ulang untuk selanjutnya menentukan statusnya al-quran bersifat mutawatir sedangkan kebanyakan hadis bersifat ahad.seorang tabiin yang sekaligus sbagai khalifah. Umar bin abdul azizi untuk pertama kalinya berinisiatif mengkodifikasikan hadis secara resmi pada abad ke 2 H. iman malik bin Anas seorang atba’tabi’in yang berhasil menhimpun hadis dalam kitab al-muwatta (artinya disepakati, karena sebanyak 70 ulama madina menyepakati isi kitab ini) kodifikasi hadis mencapai puncaknya pada abad ke 3 H, yaitu dengan munculnya kitab al-musnad (kitab hadis yang disusun berdasarkan nama sahabat yang menriwayatkannya) dan al-musannaf (kita hadis yang disusun berdasarkan pokok bahasa, sperti bahasa kita fiqih) yang berbentuk kitab sahih (sahih, sah, danaulid) dan sunan (kitab hadis sahih, hasan dan daif.
Kitab yang berkaitan dengan ilmu hadis, seperti kitab rawi hadis dari segi sebagai parawi hadis), ini (membahas teori yang berkaitan dengan hadis yang dinilai cacat) dan tarikh (membahas sejarah para perowij hadist) misalnya, imam al-bukhari menyusun kitab al adab al mufrad dan imam muslim menyusun kitab ilal. Setiap ulama pengumpul habis nabi Muhammad SAW pasti terlebih dahulu menentukan acuan atau kriteria yang digunakan untuk menentukan status hadis yaitu baik dari segi kualitas, kuanttas, maupun kelengkapan renoid dan matannya. Dalam menghimpun kitab hadis, ulama tidak hanya menyusunnya berdasarkan aspek ontology seperti kitab musalinaf ( penyusunan kitab hadis berdasrkan topik atau pokok masalah), musnad (penyusunan kitab hadis berdasrkan sahabat yang menrima hadis) dan mu’sam (indeks hadis). Aspek epistemology (ilmu dirayah) berupa kritik sanad dan matan serta aspek asksiologinya yang berupa kegunaanya baik praktis maupun teoretis.

ANTARA HADIS DAN SUNNAH

 Secara etimologis, hadis berasal dari kata tahais (arab) yang berarti “mengabarkan“ (ikhbar), ahli hadis sering menytakan haddasana (telah menceritakan kepada kami) atau akhbarana (telah mengabarkan kami, al-quran adakalanya menggunakan sunnah (mufrad) dan adakalanya sunan (samak). Perkataan hadis atau sunnah menjadi konsep yang baku dan amat beragama. Ulama hadis berpegang pada konsepnya sendiri bahwa yang dikatakan sunah adalah hadis dan demikian sebaliknya dikalangan suni dan syiah terdapat perbedaan. Perbedaan tersebut terletak pada sumber utama perkataan atau perbuatan. Dikalngan syiah, hadis sahiti tidak perlu sampai pada Nabi Muhammad SAW cukup sampai kepada para imam. Maka muzhabsyiah mengganggap bahwa hadis itu mungati (terputus) dan tidak muttasil marfu’ (bersambung kepada nabi)
Di samping itu terdapat dua istilah lain yang amat berkaitan dengan hadis / sunnah ialah khabar dan asar. Khabar adalah sinonim dari hadis, tetapi tidak setiap khabar dapat dikatakan hadis. Khabar dapat diartikan berita yang diterima dari Nabi atau yang lainnya, smentara asar adalah segala yang dinisbahkan kepada sesorang selain nabi. Disamping itu, ada pula yang disebut hadis qudsi yaitu sabda nabi yang selalu dinishabkan kepada Allah SWT sebelum rasul SAW menyatakan sesuatu. Walaupun ada nuasanya konsep bagi penganut mazhab dalam islam. Mereka sepakat bahwa hadis / sunnah itu menjadi sumber ajaran islam yang kedua sesudah al-quran.

OTORITAS SUNAH ATAU HADIS

Secara fungsional, hadis atau sunnah adalah sumber hukum yang kedua. Sesudah al-Quran. Yaitu sebagai bayan atau penjelas, penegas, dan memuat ketentuan hukum yang tidak tercantum dalam al-quran. Dikalangan ulama al quran disebut wahyu matlu (wahyu yang dicakan Allah SWT dengan lafat makananya menggunakan bahasa arab kepada rasulnya) dan hadis disebut wahyu matlu (wahyu yang tidak langsung dibacakan Allah SWT kepada rasulnya). Hadis adalah perincian ketentuan agar al-quran dapat dioperasionalkan. Bersifat amalia dan perinciannya tidak tercantum dalam al-quran baik yang menyangkut masalah ibadah maupun muamalah. Disamping itu, hadis merupakan penegas al-quran. Misalnya yang tercantum dalam surat al-baqarah (2) ayat 185. kategori penolakan sunah yaitu menolak sunah karena merasa sukup dengan al-quran, menerima hanya hadis mutawatir, menerima hanya hadis mutawatir, menrima hanya hadis yang sejalan dengan al-quran dan mensyaratkan keberadaan sunad hadis sampai sekarang.

PERIODE HADIS

Menurut Hasbi ash-Shiddieqy membaginya menjadi tujuh periode. 1.Periode wahyu dan pembentukan hukum serta dasarnya yaitu dari pemulaan nabi Muhammad SAW di utus hingga beliau wafat (13 SH/609 M-11 H / 632 M). 2.Periode pembatas riwayat yaitu masa al-khulafa ar-rasyidin (12 H / 634 M – 40 H / 661 M). 3.Periode perkembangannya riwayat dan perlawatan yaitu masa sahabat junior dan tabiin senior (40 H / 661 M) akhir abad pertama.
4. Periode pembukaan hadis
5 Periode pentashitian (penyahiha) hadis dan seleksi secara ketat pada awas sampai akhir abad ke tiga
6. Periode penapisan kitab hadis dan penyusunan kitab jamu’ yang khusus.
7. Periode pembuatan syarh (uraian)

METODE MENDAPATKAN HADIS

Metode yang digunakan ulama dalam meperoleh hadis sekurang-kurangnya ada delapan macam :
1.      As-sima’ yaitu murid menyimak atau mendengarkan hadis dai guru
2.      al-ard yaitu murid membacakan hadis didepan guru
3.      al-ijazah yaitu guru mengizinkan muridnya mengajarkan hadis
4.      ai-munawalah yaitu guru menyerahkan catatan ahdis kepada muridnya untuk diriwayatkan atau disampaikan kepada para pelajar hadis lain
5.      al-mukatabah yaitu surat – menyurat antara guru dan murid tentang suatu hadis
6.      nam as – syaikh yaitu pemberitahuan dari guru kepada murid
7.      al-wasiyyah yaitu wasiat guru kepada murid mengenal catatan hadis untuk diriwayatkan
8.      a-wijadah yaitu penemuan catatan hadis dari orang yang sejamah dengannya

PENULISAN HADIS

Ulama berbeda pendapat tentang penulisan hadis pada zaman nabi Muhammad SAW. Pendapat pertama menyatakan bahwa nabi Muhammad melarang para sahabat menulis hadis. Maka ulama mencoba membuat penyelesaian sebagai berikut. Larangan menulis itu sudah dimansukh (Dihapus) oleh keterangan yang membolehkannya dan larangan itu hanya berlaku jika penulisannya hadis disatukan dengan penulisan al-quran. Menurut penelitainnya ulama yang melarang penulisan hadis ialah kelompok ablur ra’yi (kaum rasional) dan yang membolehkannya ahlulhadis (kaum tradisional). Ahli fiqih biasanya lebih rasional dari pada ahli hadis.

PERKEMBANGAN ILMU HADIS

Ilmu hadis berkembang sejak imam syafi’I menyusun kitabnya yang bernama al-risalah. Pada akhir abad ke-3 yang disusun oleh ar-ramahurmuzi dalam kitabnya al-muhaddis al fasil bain ar – Rani wa al-wa’y (ahli hadis yang memisahkan antara perai dan pendengar. Kemudian pada anad ke-4 menyusul al-hakim ah naisabur dengan karyanya ma’rifah ulum al-hadis (pengetahuan hadis), ahad ke – 5 al – kitab al bagdadi dengan karyanya al – kifayah fi’ilm ar riwayah (memadai dalam ilmu riwayat), abad ke-6 al-Qadi al-iyad dehgnal – ilma’ dan ahad ke 7 ibn salah fi’ulum al-hadis (pendahuluan ibnu salah dalam ilmu hadis) karya ibnu salah.
Adapun ilmu yang berkaitan dengan ilmu hadis ini meliputi dua bagian besar yaitu ilmu riwayah dan ilmu dirayah. Ilmu hadis riwayah ialah suatu ilmu untuk mengetahui sabda, perbuatan, pengakuan dan sifat nabi dari segi ketepatan, pengutipan, pembukuan dan pemeliharaan periwayatan ilmu dirayah ialah suatu ilmu yang membahas sanad dan mantan dari segi diterima atau ditolaknya suatu hadis. Dari kedua ilmu tersebut diatas muncullah tabang ilmu hadis seperti ilm rjal al-hadis (ilmu yang membahas perawi hadis, ilm tarikh ar-ruwat (ilmu yang berkaitan dengan sejarah para perawi hadis dan ilm sarh na ta’dil. Ilm tarikh ar-ruwat (ilmu yang membicarakan biografi perawi hadis, baik dari kalangan sahabat, maupun tabin dan orang sesudahnya )
Ilm as-sarti wa at – ta’dil (ilmu yang membahas masalah tentang diterima atau tidaknya rawi hadis dilihat dari segi cacat atau adilnya. Menurut ibnu hajar tingkatan jarh (celaan terhadap rawi) ada enam yaitu :
1.      celaan paling (orang yang paling berdusta)
2.      celaan dengan kazzat atai wadda’
3.      pemalsuan hadis
4.      hadis amat lemah
5.      Rawi lemah
6.      rawi lemah tetapi sedikit bernilai positif
Adapun ilmu lainnya meliputi ilmfann al-mubhamah (ilmu yang membahas rawi yang di mlaisamar), ilm ilal al – hadis (ilmu yang membahas hadis yang cacat baik sanand maupun matannya), ilm garih al hadis (ilmu yang membahas hadis yang mengantugkan kata yang tidak dikenal atau aneh), ilm an-nasikh wa al-maskun (ilmu yang membahas hadis dan yang dihapus karena bertentangan da tidak di kompromikan) dan masih banyak lagi.

SISTEM SANAD

Ada dua isltilah yang digunakan dalam menetkan sistem periawayatan yaitu sistem isnad dan sanad. Isnad menurut bahasa berarti “ menyandarkan “ sedangkan ranad berarti “ sandaran “. Orang yang menyandarkan disebut musnid dan hadisnya disebut musnad. Al hakim menyebutkan bahwa hadis musnad adalah hadis yang bersambung sampai kepada nabi Muhammad SAW. Isnad itu sendiri adalah keterangan hadis yang berisi mata rantai pada lainnya seperti penggunaan kata penukilah rawi yang satu kepada rawi mengkabarkan hadis kepada kami. Adapun sanad ialah nama perawi secara tertib sehingga sampai pada nabi atau sumber yang pertama periwayatan menurut ibnu jama’ah istilah isnad dan sanad secara konseptual adalah sama sistem ranad dalam studi hadis didahulukan dari pada matan artinya kritik sanad ini mendahului kritik matan.
Konsep asahh al-asnaid menurut al-hakim adalah sebagai berikut :
1.      Jika hadis diterima dari ahlul baik maka sanad paling sahih
2.      Jika hadis itu diterima dari abu bakar maka senadnya paling sahih
3.      Jika hadis itu diterima dari abu hurairah. Sanad paling sahih.
Menurut al-hakim sanad paling lemah terjadi apabila melalui transmisi sebagai berikut :
1.      Hadis yang diterima dari ahlul bait melalui amr bin syimr dari jabir al-ju’fi dari al-haris al – a war dari ali RA
2.      Hadis yang diterima dari abu bakar melalui sadaqah bin musa ad daqiqi dari farqad as-rabkhi dari murrah bin tayyib
3.      hadis yang diterima dari aisyah dari orang basrah dari al-hasisi bin syibi dari ummi nu’man al-kindiyah.
Dengan adanya klasifika seperti itu, maka para kritikus dan peneliti hadis dapat dengan mudah melakukan komparasi antara sanad yang ratu dan sanad lainnya sehingga uaya menentukan rahih atau tidaknya suatu hadis dapat diketahui dengan cepat. Maka dapat dilakukan metode nasikh mansukh (hadis yang menghapus atau memabtalkan hukum karena tidak dapat di kompromikan), rajih-marjuh (hadis yang diungguli karena kurang kuat), ta’arud al hadis (hadis yang bertentangan).

KLASIFIKASI HADIS

Hadis dapat diklasifikasiakn berdasrkan dua bagian utaa yaitu kuantitas dan kualitas petawinnya. Kuantitas perawi ialah penggolangan hadis menurut banyak atau sedikitnya yang meriwayatkan hadis. Hadis terdiri atas mutawir dan ahad. Hadis mutawir ialah hadis yang diriwayatkan oleh sejumlah orang (biasanya banyak) dari awal sampai akhir sanad dan orang-orang tersebut dikayiki berbuat dusta. Hadis mutawatir terdiri atas tiga bagian, yaitu mutawatir lafzi (lafalnya banyak yang sama) mutawatir ma’nawi (lafalnya banyak dan semakna tetapi tidak sama) dan mutawatir amali (perilaku yang sudah diamalkan oleh banyak orang dan diyakini berasal dari Nabi Muhammaf SAW). Hadis mutawatir bersifat gat’i al-wurud (pasti adanya) dan berderajat sama dengan al-quran.
Hadis ahad terdiri atas tiga bagian yaitu masyhub adalah hadis yang diririwayatkan oleh tiga orang atau lebih, tetapi tidak sampai derajat mutawatis. Hadis azizi adalah diriwayatkan oleh dua jalur rawi. Sedangkan hadis garib atau faid adalah diriwayatkan oleh satu jalur saja. Diantara hadis garih ini ada yang disebut garib nisbih. Garib mutlak terjadi apabila transmisinya dari awal sampai akhir sanad terdiri atas satu jalur saja. Sedangkan garih nirbih adalah apabila transmisi satu jalur itu terjadi pada genarsi rawi tertentu.
Dari kualitas rawi dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu hadis magbul (diterima) dan hadis mardud (ditolak). Hadis magbul terdiri atas dua bagian yaitu hadis sahid dan hasan. Sedangkan hadis mardudu adalah hadis daif atau lemah. Hadis sahih itu sendiri terdiri atas sahih II – zatihi (sahih dengan sendirinya) dan sahih la II – zatih (sahih karena ada keterangan lain yang mendukung. Suatu hadis dinilai sahih dengan sendirinya apabila hadis tersebut mempunyai lima syarat kesahitan yaitu :
1.      musnad ( disandarkan kepada nabi ) yang sanadnya bersambung
2.      dikutip oleh orang yang adil
3.      diterima dari orang yang dabit
4.      hadis itu tidak syazz (ada kejanggalan)
5.      hadis tidak mu’alal (cacat, dicela)
Hadis hasan terdiri atas dua bagian yaitu hasan II-zatihi (dengan sendirinya) yang persyaratannya seperti diatas dan hasan la II-zatihi (ada keterangannya pendukung lam). Hadis daif dapat dilihat atas dua cara yaitu bersambung atau tidaknya sanad dan tercelanya rawi. Hadis daif yang dilihat dari bersambung atau tidaknya sanad meliputi :
a)           Hadis mursal terdiri atas tiga bagian, yaitu mursal sahab, terjadi apabila sahabat nabi meriwayatkan hadis yang diterima dari sahabat lain. Mursal tabii terjadi apabila yang meriwayatkan hadis itu adalah seorang tabiin dan mursal khalifi
b)           Hadis munqati’ ialah hadis yang rawinya tidak disebutkan dari satu atau beberapa genarsi rawi yang bukan pada sabahat atau hadis yang didalamnya ada rawi mubham (tidak jelas)
c)            Hadis mu’dal ialah hadis yang dua rawinya tidak disebut secara berturut-turut
d)           Hadis mudallas ialah hadis yang kelemahannya disebabkan oleh manipulasi perawai. Hadis mudallas ada dua macam yaitu hadis al-isnad dan hadis asy-syuyukh
e)           Hadis mu’allaq (tergantung) terjadi apabila hadis itu tidak mempunyai sanad sehingga terputus sama sekali
f)        Hadis mu’allal terjadi apabila kelemahan itu disebabkan oleh kesamaran dalam menentukan hadis yang secara lahir tampak sahib tetapi pada kenyataannya tidak.
Hadis daif yang disebabkan oleh tercelanya rawi adalah sebagai berikut :
a)     Hadis maudu’ adalah hadis yang daif karena kedustaan rawi
b)     Hadis matruk adalah hadis yang perawinya tertuduh berdusta atau suka berdusta dalam pembiacarannya
c)      Hadis munkar adalah hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang lemah isinya dan bertentangan yang diriwayatkan oleh perawi yang terpercaya
d)     Hadis mudras adalah hadis yang didalmnya ada ssisipan perkataan sahabat atau tabiin
e)     hadis maqlun adalah hadis yang mantanya atau nama perawi pada sanadnya terbaik
f)        hadis mudtarib adalah hadis yang diriwayatkan melalui cara yang berbeda antara hadis yang satu dan yang lain, padahal tidak mungkin untuk ditasih (dipilih mana yang paling kuat)
g)     hadis muharraf adalah hadis yang berubah syakalanya (tangan bata)
h)      hadis mubham adalah hadis yang samar
i)        hadis mauqul adalah hadis yang perawinya tidak terkenal
j)        hadis syazz adalah hadis yang diriwayatkan oleh orang terpercaya

KITAB HADIS DAN PENYUSUNANNYA

Pada dasarnya, banyak kitab hadis yang disusun oleh ulama sejak abad ke – 2 H sampai akhir penghimpunan hadis pada abad ke-5 H. Pada abad ke-2 H kelompok al-musannaf ialah al muwatta. Pada abad ke – 3 H muncul kitab yang dinamakan kutub as-sittah kitab tersebut adalah sebagai berikut sahit al bukhari dan sahih muslim metode yang digunakan ketika manapis hadis adalah sebagai berikut sanadnya muttasil, rawinya orang islam, rawinya jujur, rawinya tidak meyembunikan riwayat, hafalannya tidak kakau, adil, tabit, hati-hati, pikirannya sehat, kesalahan dan keraguan sedikit dan akidahnya lurus. Pada abad ke 4 H ialah sahi ain.

ILMU HADIS DI DUNIA BARAT

Perhatian kaum orientalis barat terdapat peradaban timur, khususnya islam untuk kegiatan ilmiah pertama dunia barat ialah menerjemahkan al quran ke dalam bahasa haji, kemudian jerman disusul bahasa perancis dan inggris. Penelitian hadir ada kaitannya dengan sumber hukum islam yang kedua setealh al quran. Pada orientasi terkenal seperti goldziher (ignaz goldziher 1850-1921 ahli studi arab dan islam dari hongaria) dan lain-lain termasuk didalamnya tentang konsep dan metode hadis yang pernah dilakukan ulama yang didalamnya memuat topik yang terkait dengan hadis.

ILMU HADIS DI TIMUR TENGAH DAN INDIA

Ulama islam, baik dari timur tengah maupu didunia islam lainnya mencoba menjawab tuduhan kaum orietalis yang selalu menyatakan bahwa penelitian hadis kurang ilmiah. Ditimur tenggah muncul buku yang disusun oleh Dr. Mustafa al-a’zami yang berjudul dirasah fi al-hadis an – nahawi (studi hadis tentang hadis nabi). Kaum intelktual india menyumbang banyak ilmu dalam bergabai bidang islam khususnya dalam bidang ilmu hadis dikarang oleh ulama india meliputi qawa’id fi ulum al hadis (kaidah dalam ilmu hadis).


ILMU HADIS DI INDONESIA

Indonesia mungkin merupakan negara muslim yang dianggap paling kurang dalam hal karya ilmiah. Ulama besar di Indonesia yang sudah menyusun baik yang berkaitan dengan ilmu hadis adalah prof hasbi dengan bukunya yang berjudul kaidah-kaidah sanad hadis pada buku trsebut beliau menguraikan secara ilmiah dan berkesimpulan bahwa ilmu sanad dapat dijadikan landasan metodologi untuk menentukan status hadis. Beliau berpendapat bahwa historiografi merupakan ilmu yang dapat dipakai dalam menentukan kritik sanad. Kesimpulannya, tidak ada alasan bagi siapapun untuk menolak keabsahan hadis sebagai sumber alasan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar